
Apel Tak Merah=Tak Manis? Mitos Banget! Yuk, Kenali Fakta Ilmiahnya: Kajian Ilmiah terhadap Wisata Petik Buah Apel di Kota Batu
(Malang, 27/05/2025) Kota Batu, terletak di dataran tinggi Jawa Timur, Indonesia, dikenal sebagai salah satu sentra produksi apel utama di negara ini. Keberhasilan budidaya apel di wilayah ini didukung oleh kondisi agroklimat yang ideal, yaitu suhu siang hari yang hangat (20–25°C) dan suhu malam hari yang sejuk (10-15°C), serta intensitas cahaya matahari yang optimal. Kondisi ini mendukung proses fisiologis tanaman apel, termasuk fotosintesis dan biosintesis antosianin, yang berkontribusi pada pembentukan warna merah khas pada kulit buah apel. Namun, perubahan iklim global telah menyebabkan peningkatan suhu rata-rata, fluktuasi curah hujan, dan perubahan pola intensitas cahaya, yang dapat mengganggu proses fisiologis tersebut dan memengaruhi kualitas buah apel yang dihasilkan.
Fotosintesis dan respirasi adalah proses fisiologis penting yang sangat mempengaruhi pembentukan dan kualitas buah. Fotosintesis merupakan proses fundamental dalam tumbuhan hijau, di mana energi cahaya digunakan untuk mengubah karbon dioksida dan air menjadi glukosa dan oksigen. Proses ini terjadi di kloroplas daun dan menghasilkan asimilat (glukosa) yang didistribusikan ke seluruh bagian tanaman melalui floem. Fotosintesis menyediakan energi dan senyawa karbon yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pembentukan buah, sementara respirasi mempengaruhi pematangan dan penurunan mutu buah. Glukosa yang dihasilkan tidak hanya digunakan untuk pertumbuhan dan respirasi, tetapi juga sebagai prekursor dalam sintesis metabolit sekunder, termasuk antosianin. Efisiensi fotosintesis sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti intensitas cahaya, suhu, dan ketersediaan air. Fotosintesis pada suhu optimal (sekitar 20–25°C) akan meningkatkan akumulasi karbohidrat yang penting bagi perkembangan dan rasa apel, sedangkan suhu tinggi (>30°C) dapat menurunkan efisiensi fotosintesis dan meningkatkan respirasi, yang menguras cadangan gula dan mempercepat pelunakan serta kerusakan apel. Peningkatan suhu yang ekstrem dapat menyebabkan penutupan stomata untuk mengurangi transpirasi, yang pada gilirannya menghambat difusi CO₂ ke dalam daun dan menurunkan laju fotosintesis .

Antosianin adalah pigmen flavonoid yang bertanggung jawab atas warna merah, ungu, dan biru pada berbagai organ tumbuhan, termasuk kulit buah apel. Biosintesis antosianin dimulai dari jalur fenilpropanoid, dengan fenilalanin sebagai prekursor utama. Proses ini melibatkan serangkaian enzim, termasuk chalcone synthase (CHS), flavanone 3-hydroxylase (F3H), dihydroflavonol 4-reductase (DFR), dan anthocyanidin synthase (ANS). Regulasi ekspresi gen-gen ini dikendalikan oleh faktor transkripsi seperti MYB, bHLH, dan WD40. Studi menunjukkan bahwa ekspresi MYB10 dan bHLH3/33 meningkat secara signifikan pada suhu rendah (16°C) dan pencahayaan yang cukup, yang berkontribusi pada akumulasi antosianin.
Perubahan iklim, terutama peningkatan suhu malam hari, dapat mengganggu akumulasi antosianin pada kulit buah apel. Suhu tinggi (≥30°C) diketahui menurunkan ekspresi gen-gen biosintetik antosianin, seperti MYB10, dan meningkatkan ekspresi gen repressor seperti MYB16, yang menghambat biosintesis antosianin . Selain itu, intensitas cahaya yang rendah akibat peningkatan tutupan awan atau kabut dapat mengurangi aktivitas fotosintesis dan, secara tidak langsung, menurunkan ketersediaan glukosa sebagai substrat untuk biosintesis antosianin. Akibatnya, buah apel yang dihasilkan mungkin memiliki warna merah yang kurang merata atau pucat, meskipun kandungan gula dan rasa tetap optimal. Hal ini juga sejalan dengan hasil observasi yang telah dilakukan kepada petani apel “Buah apel yang tidak terkena matahari dengan sempurna memiliki warna merah yang tidak merata, tetapi rasanya tetap manis” ujar Pak Irvan, Petani Apel Kota Batu.
Untuk mengatasi dampak negatif perubahan iklim terhadap kualitas buah apel, beberapa strategi adaptasi dapat diterapkan. Pertama, Pemilihan Kultivar Toleran, yaitu menggunakan varietas apel yang memiliki toleransi tinggi terhadap suhu tinggi dan tetap mampu menghasilkan antosianin secara optimal. Kedua, Manajemen Mikroklimat yaitu penerapan teknik seperti penggunaan jaring pelindung (shade nets) atau pohon peneduh untuk mengatur intensitas cahaya dan suhu di sekitar tanaman. Ketiga, yaitu pengaturan jarak tanam dan pemangkasan. Praktik ini dapat meningkatkan penetrasi cahaya ke seluruh bagian pohon, termasuk buah yang berada di bagian bawah, sehingga mendukung akumulasi antosianin. Keempat yaitu optimalisasi irigasi dan drainase, hal ini membantu menjaga kelembapan tanah yang optimal untuk mendukung proses fotosintesis dan mencegah stres air pada tanaman.

Wisata petik apel merupakan salah satu daya tarik utama di Kota Batu. Oleh karena itu, penting untuk memberikan edukasi kepada wisatawan bahwa variasi warna pada kulit buah apel. Melalui artikel ini kita bisa mengetahui bahwa warna merah yang tidak merata pada buah apel bukanlah indikator kualitas atau rasa buah yang buruk. Hal ini seringkali disebabkan oleh faktor lingkungan yang memengaruhi proses fisiologis tanaman, seperti fotosintesis, respirasi, dan biosintesis antosianin sehingga warna buah apel tidak selamanya berwarna merah. Dengan pemahaman ini, kita sebagai wisatawan dapat lebih menghargai kompleksitas pertumbuhan tanaman dan kualitas buah yang dihasilkan. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang mekanisme fisiologi tumbuhan dan respons terhadap perubahan lingkungan akan menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan produksi apel berkualitas tinggi di Kota Batu. Perubahan iklim membawa tantangan signifikan terhadap proses fisiologis tanaman apel, khususnya dalam hal fotosintesis dan biosintesis antosianin, yang berdampak pada kualitas visual buah. Namun, melalui penerapan strategi adaptasi yang tepat dan edukasi kepada masyarakat, dampak negatif ini dapat diminimalkan. Pemahaman yang lebih dalam tentang mekanisme fisiologi tumbuhan dan respons terhadap perubahan lingkungan akan menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan produksi apel berkualitas tinggi di Kota Batu

Fisiologi Terapan (2025)
Penulis: Kelompok 2 (Harizki Ananda Putra, Yasma, Azmi Ilmagfiroh, dan Hafizah Khairina Umaroh)